08 November 2006


Kepemimpinan yang Menghamba
Sebuah Refleksi dari Interaksi Kepemimpinan
2-3 November 2006, “Duta Panisal” Jember

"You know that those who are considered rulers over the Gentiles lord it over them, and their great ones exercise authority over them. Yet it shall not be so among you; but whoever desires to become great among you shall be your servant. And whoever of you desires to be first shall be slave of all.
For even the Son of Man did not come to be served, but to serve, and to give His life a ransom for many."
(Mark. 10:42-45)


Berbicara tentang kepemimpinan tidak akan pernah ada habisnya. Ada ribuan definisi tentang kepemimpinan telah dibuat. Demikian pula ada ratusan buku kepemimpinan telah ditulis. Namun siapakah yang dapat menghayati dan menghidupi ajaran Yesus Kristus, Sang Pemimpin-Hamba yang Sejati itu? “Menjadi pemimpin bukanlah menjadi tuan (lord over) atas orang lain.” “Yang terbesar dari seorang pemimpin bukanlah ketika ia menjalankan kekuasaan (exercise authority) atas orang lain.” Menjadi pemimpin adalah menjadi hamba. Menjadi pemimpin adalah menjadi budak (slaves) atas orang lain. Dan yang terbesar dari seorang pemimpin-hamba adalah ketika ia berhasil melayani dan mau menjadi “jongos” (baca: budak) bagi orang lain. Itu semua adalah definisi kepemimpinan versi Sang Pemimpin-Hamba Sejati. Dan Dia tidak sekedar mendefinisikan, tetapi juga menjadi model yang nyata bagi definisi kepemimpinan tersebut: ”Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan (a ransom) bagi banyak orang.”

Pertanyaannya bagi kita adalah, mudahkah proses menjadi pemimpin yang menghamba ini? Ah, betapa sulitnya bagi kita yang seringkali masih ego-centrist. Charles R. Swindoll (Improving Your Serve) menggambarkan, betapa manusia seringkali membangun sebuah menara piramida yang dibangun atas dasar ”aku,” ”milikku,” dan ”diriku sendiri.” Semangat kesuksesan demi pemujaan diri masih begitu melekat di dalam diri kita. Bahkan diakui atau tidak, disadari atau tidak, jiwa narsistik (memuja diri sendiri) seringkali menjangkiti banyak orang yang mengaku pengikut Kristus. Untuk itu, jalan memikul salib dan menyangkal diri nampaknya harus menjadi tangga pertama yang harus kita pijak: ”Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk. 9:23; bdk. Mat. 16:24 dan Mark. 8:34). Dan jujur saja, menyangkali diri adalah sebuah proses yang harus dilatih…

(Selamat menjadi para pemimpin gereja yang menghamba Saudara-saudariku…)

No comments: