06 December 2012

Pemberian Yang Menggetarkan

Tuhan, sekarang aku mengerti
benar-benar mengerti
mengapa Engkau begitu menghargai pemberian sang janda miskin
memang Engkau Allah yang terlalu kaya
yang tidak mungkin bisa disuap dengan persembahan yang melimpah
yang dipersembahkan dengan keangkuhan dan kelimpahan

Namun aku pikir bukan karena Engkau terlalu kaya,
sehingga Engkau tidak gampang silau dengan setumpuk harta yang disodorkan.
Aku mengalami beberapa hari ini,
apa yang aku sebut persembahan atau pemberian yang menggetarkan.
Aku yakin, sebagai Allah yang penuh belas kasih dan rahmat,
Engkau telah sangat tergetar dan begitu kagum
akan pemberian seorang janda, yang memberi dengan segenap hati dan hidupnya
karena di saat memberi sang janda itu memberi sedikit dari seluruh miliknya,
dan itu berarti memberi seluruh hidupnya.
Itulah pemberian yang menggetarkan.

dan hatiku begitu tergetar dan terharu,
ketika orang-orang sekelilingku
yang kepadanya aku seharusnya memberi hatiku, doaku, dan bahkan hidupku,
namun dengan tangan-tangan mungil mereka
dengan keterbatasan mereka
dengan segala kekurangan mereka
mereka malah berlomba memperhatikan dan memberi bagi hidupku.
Mereka telah memberi dengan hati dan hidup mereka, Tuhan.
dan jujur aku terharu...
menangis dalam hatiku.

Pertanyaan yang kemudian selalu mengganggu benakku sekarang;
Apa yang telah kuberikan bagi mereka?
Apakah aku telah memberi hati dan hidupku?
Memberi di saat aku renta dan lemah?
Memberi di saat aku membutuhkan?

Tuhan, satu saja doaku...
"Biarkan aku belajar memberi Sebuah Pemberian yang Menggetarkan."



04 November 2012

Apakah Allah Menghukum Orang Jahat? (Ayub 18:1-21)

Setiap kali terjadi tragedi atau malapetaka hebat, selalu saja ada orang yang akan berkata bahwa itu hukuman Tuhan. Mereka akan berkata, "Badai ini terjadi karena hari itu hendak diadakan parade untuk orang-orang homo" atau "Saya senang karena rumah-rumah itu hangus terbakar. Sekarang orang-orang kaya itu sudah tidak punya apa-apa lagi, jadi saya bisa menginjili mereka." Pernyataan-pernyataan ini tidak saja menyiratkan bahwa Allah menimpakan hukuman melalui segala macam malapetaka, tetapi bahkan juga menikmatinya.

Apakah Allah menghakimi kita? Benar. Namun, apakah Allah senang menghukum kita? Tentu saja tidak! Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:8), dan "Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." (1 Kor. 13:6-7). Pendeknya, Allah tidak pernah bersukacita dengan adanya malapetaka; apalagi mengatakan bahwa segala malapetaka dan tragedi merupakan perbuatan dan hukuman Allah (seperti yang tampaknya hendak disiratkan Bildad dalam Ayub 18), itu keliru. Itu merupakan pengertian keliru tentang jati diri Allah.

Don Carson menjelaskan dengan berkata, "Suatu bencana bisa jadi tidak lebih merupakan efek samping kejatuhan manusia dalam dosa, bukan penghakiman Allah secara khusus terhadap sekelompok orang tertentu. Bahkan bencana dapat mengingatkan bahwa kita bisa mati dan bahwa kita terhilang, serta memanggil kita untuk bertobat... Karena itu, dengan adanya bencana, kita perlu menguji diri sendiri dan merendahkan hati. Begitu pula, penyakit berat bisa jadi bukan merupakan akibat langsung dari dosa tertentu (Yoh. 9). Namun, juga bisa jadi demikian (Yoh. 5)." Jangan menyibukkan diri dengan berdebat mengenai hal-hal mana yang merupakan hukuman dari Allah. Semua itu sungguh perdebatan yang tidak berguna. Sebaliknya, berfokuslah pada hal yang harus kita semua akui kebenarannya, yaitu bahwa manusia perlu bertobat dan diselamatkan (dalam Kristus).

(diambil dari Living Life, 02 November 2012)

20 July 2012

Aku menyaksikan dari jendela kamar, tangan kanan Jo kecilku memukul teman bermainnya yang badannya jauh lebih kecil. Aku geram dan kecewa melihat penindasan yang dilakukan anakku itu. Dengan marah aku menghampiri Jo kecilku, dan kuminta dia menyodorkan tangannya. Maka dengan pilu bercampur dengan marah (sejujurnya dengan sangat berat hati), aku memukul kedua tangan Jo kecilku. Memang aku tetap bisa mengontrol keras pukulan tanganku ke tangan mungilnya, namun toh dia tetap meringis kesakitan. Sambil kemudian memeluknya, aku berkata: "Sakit nggak tangan Jo? Nah, kepala temanmu pasti juga sakit. Makanya jangan suka memukul teman. Ayah sayang sama Jo. Tapi ayah gak suka kalau Jo jahat dan suka pukul temannya. Tangan Jo bukan buat mukul teman, tapi menyayangi mereka. Jo mau janji nggak untuk gak suka main pukul lagi?" Dengan masih terisak Jo menjawab, "He eh..."

Ah, kalau seorang ayah yang penuh dosa ini begitu sedih dan pilu menyaksikan anaknya menindas dan semena-mena terhadap temannya, apalagi BAPA kita di sorga. Tentu DIA akan sangat pilu dan berduka, jika kita yang begitu dikasihi-Nya dengan limpah kasih dan rahmat, masih hidup di dalam dosa dan kesemena-menaan... Kiranya kita diberikan hikmat untuk hidup taat kepada BAPA kita di sorga...

02 March 2012

Makin Dihambat - Makin Merambat

 "Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan  —  jika terjadi peperangan  —  jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini." Sebab itu pengawas-pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa: mereka harus mendirikan bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses. Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang. (Keluaran 1:9-12)


Kapanpun, di sepanjang sejarah hidup manusia, umat Tuhan (Perjanjian Lama) dan gereja-Nya (Perjanjian Baru hingga saat ini) selalu akan hidup di dalam apa yang disebut "Dinamika Penganiayaan dan Berkat Misterius."  Sejarah memberikan kesaksian kepada kita; ketika umat Tuhan di dalam tekanan, maka mereka makin berkembang secara jumlah, dan militan dalam iman.  Namun ketika umat Tuhan dalam suasana yang nyaman, mereka akan berada dalam bahaya "stagnasi pertumbuhan." Justru dalam tatanan hidup yang serba nyaman, kekristenan semakin melempem, bak kerupuk yang kehilangan kerenyahan karena dinginnya udara.

Pagi ini saya menemukan realita yang sama dalam sejarah keselamatan Israel. Mengawali catatan Keluaran, Musa sebagai penulis Kitab Keluaran menggambarkan episode suram kehidupan umat pilihan Allah. Generasi Firaun yang lupa jasa-jasa Yusuf telah bangkit, dan eksistensi Israel yang berkembang dengan luar biasa akhirnya dilihat sebagai ancaman bagi kekuasaannya. "Marilah kita bertindak bijaksana terhadap mereka..." demikian titah penguasa dunia.  Jangan heran, sejak dulu hingga sekarang, apa yang disebut "bijaksana" bagi penguasa, belum tentu bijaksana di hadapan Tuhan.  Maka apa yang disebut tindakan bijaksana Firaun ini justru sebenarnya adalah perilaku brutal yang menjurus kepada genosida; penindasan kepada kaum Ibrani.

Namun, justru di dalam tekanan dan penindasan yang kejam tersebut, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya dalam menggenapi rencana-Nya yang kekal. "Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembang," demikian Alkitab mencatat berkat misterius Allah atas umat-Nya. Baik dahulu dalam sejarah Israel Perjanjian Lama, baik dalam masa gereja Perjanjian Baru, maupun saat ini dalam dunia modern, umat-Nya akan makin berkembang dan bertumbuh, baik secara jumlah maupun terutama dalam kadar iman mereka.  Chrysostom, seorang bapak gereja, pernah memberikan komentar bijaksananya: "Gereja itu seperti obor - semakin dipukul, semakin besar kobarannya.  Kekristenan seperti burung api, yang selalu hidup kembali dari abu para martir.  Oleh karena itu, biarkanlah para pembesar bersekongkol dan berencana menentang Kristus dan Gereja-Nya; mereka membayangkan hal yang sia-sia belaka."

Tantangan bahkan penindasan akan datang.  Penganiayaan mungkin akan terjadi.  Namun, jangan jadikan hal itu sebagai ratapan yang berfokus pada diri kita pribadi. Ingatlah bahwa ada orang-orang percaya di negara-negara seperti China, Korea Utara, yang saat ini mengalami  penganiayaan seperti bangsa Israel dalam kitab Keluaran.  Yang pasti harus kita ketahui adalah, selalu ada orang percaya sejati di negara-negara di mana penindasan atas umat-Nya terjadi. Tidak ada api penganiayaan yang sanggup membinasakan mereka. Sekalipun pemerintah berusaha menentang Allah, itu akan sia-sia karena kita dipanggil untuk merdeka. Maka, pesan saya buat Saudara-saudari di GKI "Yasmin" maupun gereja-gereja lain yang sedang menghadapi tekanan atas "restu" pemerintah: Ingat, api penindasan tidak boleh membakar dan melenyapkan iman percaya kita kepada Kristus! Karena misteri berkat-Nya sedang bekerja!  Dihambat, namun merambat!

29 February 2012

Kita Bukan Sebuah Kecelakaan


 
Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya -- Mazmur 139:14-16.


Ketika membaca dan merenungkan Mazmur 139 (terutama pada bagian ayat 14) saya teringat pada pertanyaan seorang rekan, yang menanyakan apa maksud Tuhan mengijinkan seorang bayi yang cacat parah, yang kemudian lahir dan hidup di tengah dunia ini. Secara manusia, dalam hitungan logika manapun dan dengan pertimbangan ilmu sosial serta kemanusiaan manapun, membiarkan seorang bayi yang lahir tanpa tangan dan kaki, serta jantung yang bermasalah adalah sebuah pilihan fatal. Singkatnya, lebih baik bayi yang demikian mati saat lahir, daripada hidup menyiksa orang-orang di sekitar hidupnya.

Tapi apa yang dicatat Mazmur 139:14 tidak ada kekecualian. Tuhan tidak salah ketika "menuntun" dan "menghembuskan" Roh-Nya agar pemazmur menulis demikian: "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya."  Bukan, ini bukan sebuah kekeliruan dan terdapat pengecualian!  Seluruh kehidupan dan keberadaan manusia adalah "dasyat dan ajaib" dalam penciptaan-Nya. Allah merancang setiap kita secara khusus sebagaimana dipandang-Nya baik. Setiap anggota tubuh (meski secara medis tidak sempurna) dan setiap rambut ditetapkan Allah.  Namun, bahkan banyak orang yang lahir dengan tubuh sempurna (lengkap) tidak puas dengan keberadaan mereka. Mereka (atau bahkan kita) berharap seandainya bisa lebih kurus, lebih tinggi, lebih putih, lebih mancung hidungnya, dan lain sebagainya.  Terlalu banyak hal yang mungkin selama ini kita keluhkan dalam tubuh kita.

Marilah saat ini kita merenungkan dengan serius firman Tuhan dalam Mzmur 139:14 ini. Bahkan bagi orang yang lahir tidak "sempurna" dan penuh cacat, Tuhan tetap "menenun" mereka dengan dasyat dan ajaib. Tuhan tidak pernah kejam ketika seorang anak lahir cacat.  Allah memiliki rencana yang baik bagi semua orang.  Nick Vujicic adalah pria yang lahir tanpa anggota badan langkap, tanpa tangan dan kaki. Namun, Allah telah memakainya dengancara luar biasa, bukan "sekalipun" tubuhnya demikian, melainkan karena tubuhnya demikian. Vujicic berkata, "Saya menemukan tujuan mengapa saya ada, dan juga tujuan dari mengapa keadaan saya demikian.  Ada tujuannya mengapa Anda dimasukkan ke api."

Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa keberadaan kita dapat membawa kemuliaan bagi Allah melalui perkataan dan tindakan kita.  Namun, kita juga dapat membawa kemuliaan bagi Allah melalui tubuh jasmani kita.  Manusia dipandang "baik" oleh Allah bukan karena ukuran-ukuran dan kriteria-kriteria manusia, tetapi karena Allah memang memandang "baik" (Kejadian 1:4, 10, 12, 18, 21, 25, 31) di dalam kriteria kemuliaan-Nya. Karena itu, setiap tubuh harus dihormati, baik yang indah "tanpa cela" maupun yang buruk rupa dalam pandangan manusia.  Setiap tubuh diciptakan oleh Sang Raja, dengan dasyat dan ajaib.