15 August 2011

Nge-Facebook dan Nge-Twitter:

Antara Berkat atau Kutuk


"Ngantuk ah... Tidur lagi...," demikian sebuah status facebook seorang rekan tertulis. Temanku yang lain menulis statusnya berbeda: "Aku merindukanmu... sayang kamu... selamanya..." Ada juga yang menulis, "aku bosan..."

Itulah status-status yang sering aku lihat di lembar-lembar web facebook. Kemudian timbul pikiran di benakku, "untuk apa semua itu ditulis di facebook?" Pertanyaan mendasar yang mungkin sering dilupakan oleh kebanyakan kita adalah, "untuk apa aku melakukan ini, untuk apa aku melakukan itu?" Apa motif terdasar kita dalam melakukan semuanya itu?

Mungkin Anda yang membaca "note" ini akan berujar, "ah gitu aja kog repot." Ya, sobat, memang jika kita ingin hidup kita lebih bermakna (meaningful), kita harus siap repot. Apalagi sebagai umat tebusan Kristus, o kita harus lebih siap lagi untuk repot. Kenapa demikian? Karena hidup kita bukan milik kita lagi, sejak kita ditebus oleh-Nya: "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."

Mengikut Kristus bukan sekadar mempercayai ajaran atau doktrin tertentu. Mengikut Kristus sejatinya adalah memikirkan ("thinking") dan mempraktikkan ("practicing") apa yang Yesus pikirkan dan lakukan. Untuk itu, komitmen kita untuk menekuni Alkitab sebagai satu-satunya sumber hikmat Kristus tentu dibutuhkan di sini. Jadi, "sekadar" menulis status di facebook atau "nge-tweet" di twitter pun harus kita pikirkan dengan serius, apakah status tersebut sudah selaras dengan apa yang Yesus Kristus pikirkan dan lakukan. Sekali lagi pertanyaannya bagi diri kita adalah, "apa motif dan tujuan aku menulis sebuah status?" Rasul Paulus pernah mengajar dalam suratnya: "Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah" (1Kor. 10:31).

Sobat, facebook atau twitter adalah media jejaring sosial yang luar biasa dasyat pengaruhnya bagi kehidupan generasi muda saat ini. Survey terakhir yang pernah dilakukan, generasi muda Indonesia adalah pengguna kedua terbanyak facebook di seluruh dunia setelah Amerika Serikat. Jejaring sosial ini akan menjadi "berkat", sekaligus menjadi "kutuk" di sisi yang lain. Facebook atau twitter akan menjadi "berkat" jika kita berpikir dan menggunakannya di dalam perspektif atau hikmat Kristus. Facebook atau twitter akan menjadi sarana yang efektif untuk kita menghibur rekan kita yang susah, mendorong dan menguatkan rekan kita yang putus asa, atau bahkan menyatakan kebenaran firman dan pujian (Mazmur) bagi Tuhan, serta menyaksikan Injil-Nya melalui kehebatan facebook. Facebook mampu menjadi alat efektif bagi kita untuk bermisi bagi Kerajaan dan kemuliaan Allah. Namun di sisi yang lain, facebook atau twitter akan menjadi "kutuk" jika kita sembrono menggunakannya. Bukan semata-mata jika kita mengangkat materi-materi yang negatif seperti umpatan dan ungkapan permusuhan atau kebencian melalui facebook atau twitter, tetapi bahkan jika kita mengangkat materi-materi yang tanpa makna seperti status-status yang saya kisahkan di atas melalui facebook atau twitter, maka kita sesungguhnya tidak pernah belajar menjadi murid Kristus sejati yang menyatakan terang dan berkat bagi sesama kita.

Sobat, mari kita hidup bertanggung jawab sebagai murid-murid Kristus di zaman ini. Gunakan facebook atau twitter untuk memberkati, bukan untuk "ego-centrist" diri sendiri, dan bukan untuk "narsisme" diri kita. Biarlah terang hidup Kristus menjadi nyata di dalam status-status facebook dan tweeting kita... Selamat menjadi berkat dan garam dunia.

04 August 2011

10 Tahun Mengasihimu
Serasa baru kemarin, kita merencanakan untuk menjalani sisa hari kita bersama. Serasa baru kemarin pagi kamu membangunkan aku di kamar kontrakan kita. Serasa baru dua pagi yang lalu kamu meminta tolong aku untuk menimba air di sumur rumah kontrakan mungil kita. Seminggu bersama, sebulan berpisah. Itulah hari-hari kita di tahun awal perjalanan kita bersama. Ah, sekarang, 10 tahun yang lalu, aku masih bisa mengingat debar jantungku menanti esok kita mengikat janji suci di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya.
Kini, bukan lagi kamar kecil yang menjadi saksi komitmen kita. Bukan lagi kontrakan mungil, dengan hiruk pikuk motor yang lewat di balik temboknya yang melengkapi hari-hari kita. Bukan lagi air sumur yang bau yang menjadi minuman kita. Bahkan kita tidak perlu lagi menempuh jarak ratusan kilometer untuk merayakan kebersamaan kita.
Sekarang... ada helaan nafasmu di setiap kejap kelopak mata terbuka. Ada rumah, yang meski tak megah, tapi cukup luang untuk bermain anak-anak kita. Ada air galon, yang meski bukan dari mereka dagang wahid, tapi cukuplah untuk menggantikan air sumur pahit. Semua tersedia sebagai tanda bahwa Tuhan terus merenda kisah kita... membingkainya dengan untaian Anugerah-Nya.
Sekarang ada Theodicy Kristian Pratama, yang bahkan ukuran tubuhmu sudah semakin terlampaui. Ada Jonathan Krisna Baskara, yang terus memanggilmu "Mama" dan selalu setia mengantarkanmu belanja.
Ah... 10 tahun sudah aku mengenalmu, Kristin Ambarwati. Meski takkan tuntas aku mengenalmu, namun aku ingin semakin mengasihimu. Karena kehadiranmu adalah bagian dari kisah kasih agung Sang Pemberi Hidupku. Terima kasih istriku. Terima kasih Tuhan, untuk kehadiran penolong dalam hidupku.
(Jember, 4 Agustus 2011; mengenang 10 tahun H-1 pernikahanku).