08 May 2010

Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus;
Fakta Sejarah atau Sekadar Dogma?
(Sebuah Jawaban atas Keberatan terhadap Fondasi Iman Kristiani)



Fondasi Kekristenan: Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus

Tidak dapat disangkal lagi, kematian dan kebangkitan Kristus adalah pilar atau fondasi iman Kristen yang paling penting. Hal ini bukan hanya ditegaskan oleh para teolog Kristen sepanjang zaman, tetapi juga oleh Rasul Paulus, seorang penulis mayoritas kitab Perjanjian Baru. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus ia menuliskan satu statement iman yang penting: “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Korintus 15:17-20). Karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya momen perayaan keagamaan terbesar dari kekristenan bukan terletak pada Natal, melainkan Paskah.

Kematian Yesus Kristus di dalam iman Kristen bukan semata-mata sebuah peristiwa meninggalnya seorang tokoh sentral dalam agama Kristen. Peristiwa yang dicatat keempat Injil dalam Perjanjian Baru (PB) itu, sebagaimana yang telah dinubuatkan dalam Alkitab Perjanjian Lama (PL), adalah sarana penyataan kasih sekaligus keadilan Allah kepada manusia yang telah berdosa. Dengan fakta dan realita keberdosaan manusia, tindakan kasih Allah yang berarti mengampuni dan menyelamatkan manusia, harus bertemu dengan natur keadilan-Nya yaitu menghukum dosa dengan kematian. Dengan kematian Kristus sebagai Mesias, maut yang seharusnya menjadi konsekuensi dosa manusia (Roma 3:23; 6:23), akhirnya ditanggung-Nya secara mengerikan di atas kayu salib. Kematian Kristus dalam hal ini bersifat sebagai pengganti (substitusi) bagi manusia berdosa, dan ini adalah satus-satunya jalan untuk memenuhi natur keadilan Allah terhadap dosa-dosa manusia, sekaligus memenuhi natur kasih-Nya yang terus merindukan keselamatan manusia. Dengan demikian, kematian Kristus adalah pengganti yang sempurna (meminjam istilah PL, Kristus adalah penggenapanAnak Domba tak bercacat dan bercela yang harus dikorbankan).

Sama halnya kematian-Nya, peristiwa kebangkitan Kristus merupakan dasar yang sangat penting bagi iman Kristen. Sebagaimana yang telah dikutip di atas, Rasul Paulus secara panjang lebar menyampaikan argumentasi bahwa kebangkitan Kristus adalah dasar utama bagi pengharapan iman Kristen. Ungkapannya yang penting adalah, “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah iman kita.” Kebangkitan Kristus sangat penting bagi kekristenan karena di dalam kebangkitan Kristus itulah terletak pengharapan bukan saja akan janji keselamatan atau hidup kekal bagi setiap yang percaya, tetapi juga pengharapan akan kebangkitan tubuh bagi setiap orang yang percaya kepada Kristus di akhir zaman nanti. Perjanjian Baru mencatat dengan jelas bahwa kebangkitan Kristus menjadi yang sulung, yang kemudian akan diikuti oleh setiap orang yang percaya kepada-Nya (1 Kor. 15:23; Kol. 1:18).

Permasalahan yang kemudian dihadapi kekristenan sepanjang zaman adalah bahwa fakta kematian dan kebangkitan Yesus Kristus ini dipertanyakan banyak kalangan secara skeptik. Fakta kematian dan kebangkitan Kristus seringkali dianggap tidak lebih dari sekadar dogma kekristenan, tanpa dasar fakta historis sama sekali. Hal ini bukan saja dihadapi oleh kekristenan di abad-abad terakhir, tetapi sejak zaman para rasul (termasuk Paulus) telah banyak upaya untuk menutup fakta sejarah tentang kebangkitan Kristus ini. Catatan Rasul Paulus dalam 1 Korintus 15:1-8 membuktikan secara implisit bahwa ada upaya untuk menutup fakta kebangkitan Kristus pada masa pelayanannya, namun banyak saksi kebangkitan itu yang masih hidup sehingga fakta itu tidak bisa dibelokkan. Dalam catatan Matius 28:11-15, Matius mengagambarkan bahwa sejak hari-hari pertama kebangkitan Kristus, para imam kepala dan tua-tua agama Yahudi sejak dini juga telah berupaya untuk membungkam kesaksian para serdadu romawi yang menjaga kubur Yesus, yang adalah saksi kebangkitan Kristus sendiri. Dengan demikian, tidak mengherankan jika hingga saat ini banyak upaya-upaya untuk “membungkam” fakta historis dari kebangkitan Kristus.

Tulisan singkat ini adalah sebuah upaya sederhana untuk menjelaskan dukungan-dukungan ekstra-biblikal (dari luar Alkitab) dan intra-biblikal (dari dalam Alkitab) akan fakta historis kematian dan kebangkitan Kristus. Di masa peringatan Paskah bagi seluruh umat Kristen ini, semoga tulisan ini dapat menjadi bahan perenungan bersama.

Dukungan Intra-Biblikal Terhadap Kematian-Kebangkitan Kristus

Pemahaman orang Kristen terhadap fakta kematian Yesus di kayu salib tidaklah didasarkan atas penafsiran yang rumit, melainkan penalaran yang langsung atas narasi Injil dan banyak bagian lain dalam Alkitab. Ayat-ayat Alkitab berbicara lugas tentang kematian Yesus disalib. “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya” (Mat. 27:50); “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Ku-serahkan nyawa-Ku.’ Dan sesudah berkata demikian, Ia menyerahkan nyawa-Nya” (Luk. 23:46); “ Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yoh. 19:30).

Selanjutnya, koherensi dari kisah kematian Yesus ini juga tercermin dalam banyak fakta. Fakta-fakta ini tidak membuktikan kebenaran Alkitab melainkan menunjukkan bahwa Alkitab berisi kebenaran-kebenaran yang konsisten satu sama lain. Fakta pertama berkaitan dengan nubuatan Yesus mengenai diri-Nya sendiri. PB secara berulang kali menunjukkan bahwa kematian Yesus telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri dalam berbagai kesempatan (Mat. 12:40; 17:22-23; 20:18; Mrk. 10:45; Yoh. 2:19-20; 10:10-11). Kematian Yesus dalam perspektif Alkitab bukanlah suatu kebetulan atau peristiwa naas yang mengejutkan melainkan inti dari misi Yesus datang ke dalam dunia. Selanjutnya, perlu ditegaskan bahwa nubuatan mengenai kematian Yesus pada dasarnya telah terkandung dalam ayat-ayat Perjanjian Lama yang berbicara mengenai kebangkitan Mesias dari antara orang mati (Mzm. 16:10; Yes. 26:19; Dan. 12:2).

Fakta kedua yang perlu diperhatikan adalah banyaknya saksi mata pada waktu penyaliban Yesus. Saksi mata pertama adalah para murid Yesus sendiri. Rasul Yohanes (Yoh. 19:26) dan beberapa pengikut Yesus seperti Maria, dan wanita-wanita lain berada di dekat penyaliban Yesus (Luk. 23:27; Yoh. 19:25). Berikutnya, kematian Yesus di kayu salib juga disaksikan oleh para tentara Romawi, dua orang penjahat yang disalibkan disamping Yesus (Mat. 27:38), orang banyak (Mat. 27:39; Luk. 23:27) serta para pemimpin Yahudi (Mat. 27:41).

Dengan memperhatikan para saksi mata penyaliban Yesus tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa mayoritas dari mereka merupakan orang-orang Yahudi yang menghendaki kematian-Nya. Mereka begitu bernafsu untuk membunuh Yesus sehingga sebelum penyaliban itu sendiri berlangsung, orang-orang Yahudi telah berseru berkali-kali di hadapan Pilatus agar Yesus disalibkan (Mat. 27:22-23). Orang-orang Yahudi itu bahkan berani berkata “Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!” (Mat. 27: 25). Kebencian orang-orang Yahudi ini begitu kuat sehingga mereka benar-benar menginginkan kematian Yesus pada waktu disalib. Selain itu, kita harus mengingat bahwa tentara Romawi adalah orang-orang yang terlatih dalam menjalankan eksekusi sehingga mereka tidak akan salah mengidentifikasi korbannya.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, adalah jelas bahwa Alkitab menerima fakta kematian ini sebagai peristiwa historis yang pasti. Oleh karena itu, khotbah Petrus juga disertai dengan pemberitaan yang tegas mengenai kematian Yesus yang disalibkan dan dibunuh oleh orang-orang Yahudi yang durhaka (Kis. 2:23-24). Berdasarkan hal ini kita melihat bahwa bagian-bagian dalam Alkitab saling menegaskan satu sama lain bahwa Yesus telah mati di kayu salib.

Dukungan Ekstra-Biblikal Terhadap Kematian Kristus

Kematian Yesus tidak saja ditegaskan dalam setiap tulisan Alkitab Perjanjian Baru dan kekristenan awal, ia juga diterima oleh para penulis Yahudi dan Romawi. Yosefus, seorang sejarawan dan apologet Yahudi abad pertama yang berhasil luput dari pemberontakan melawan Roma yang menyebabkan bencana besar (66-70 SM), menyatakan bahwa Yesus telah dituduh oleh para pemimpin Yahudi, dan dihukum untuk disalibkan oleh Pilatus (Jewis Antiquities 18. 63-64). Selain itu, Tacitus, sejarawan Roma mencatat, “Kristus … menderita hukuman mati sewaktu pemerintahan Tiberius, dengan keputusan prokurator Pontius Pilatus” (Annals 15.44). Meski Tacitus sedikit membuat kesalahan dalam menentukan jabatan Pilatus (Pilatus adalah prefek [pejabat polisi], bukan prokurator [orang yang persurat kuasa]), ringkasan pendeknya itu sesuai dengan yang kita temukan dalam Yosefus dan Injil-injil Kristen. Di samping itu, Mar bar Serapion, seorang Syria, dalam sebuah surat yang ditulis kepada putranya mungkin sekitar akhir abad pertama, merujuk kepada kematian Yesus, “raja bijak” orang Yahudi.[1] Nama-nama sejarawan lain yang menerima kematian Yesus akibat penyaliban adalah Suetinius, Pliny, Thallus, dan Phlegon. Mereka adalah sejarawan sekuler yang memiliki nama besar dan berotoritas dalam bidangnya. Tulisan mereka menunjukkan bahwa kebenaran proklamasi Alkitab dapat ditemukan dalam bidang ilmu sejarah.

Selanjutnya, otoritas lain yang amat penting untuk diperhatikan adalah sumber Yahudi. Talmud Babilonia menyatakan tentang Yesus demikian: “It has been taught: On the eve of passover they hanged Yeshu . . . they hanged him on the passover. Dalam kalimat ini, kata “Yeshu” jelas mengacu pada Yesus dan kata “hanged” merupakan sebutan lain dari penyaliban (Luk. 23:39; Gal. 3:13). Selain itu, referensi mengenai penyaliban Yesus yang terjadi pada malam persiapan Paskah juga sesuai dengan kesaksian Alkitab (Yoh. 19:14). Pada tahap ini adalah penting untuk disadari bahwa para sejarawan sekuler maupun penulis Yahudi (Talmud Babilonia) tersebut bukanlah orang-orang yang mendukung kekristenan. Dalam kenyataannya, tulisan-tulisan mereka sebenarnya bernada negatif terhadap kekristenan. Mereka tidak memiliki motif keuntungan apa pun dalam menyatakan kematian Yesus di salib. Kesepakatan para lawan kekristenan dalam menerima kematian Yesus disalib sebagai fakta sejarah merupakan hal yang mendukung klaim Alkitab sebagai firman Allah.[2]

Jawaban atas Keberatan-keberatan terhadap Kebangkitan Kristus

Banyak orang di dunia ini yang tidak percaya kepada kebangktian Yesus Kristus. Itu adalah pilihan hidup yang harus dihargai dan tidak bisa dipaksakan. Namun diantara orang yang tidak percaya itu kemudian ada beberapa orang mencoba mencari cara untuk “merubuhkan” bangunan iman Kristen ini. Mereka mencoba membuat penjelasan-penjelasan bahwa sebenarnya Yesus tidak benar-benar bangkit. Beberapa uraian di bawah ini memberikan penjelasan-penjelasan yang pada intinya menjadi sebuah percobaan untuk memberikan “teori alternatif” untuk dapat menggantikan fakta yang sebenarnya, yaitu kebangkitan Kristus. Tulisan ini terutama ditujukan kepada pemikiran-pemikiran seperti itu. Sangat jelas di sini bahwa teori-teori ini dapat dijawab dengan logika sederhana berdasarkan fakta yang Alkitab nyatakan. Yang diperlukan adalah sikap hati yang jujur dan terbuka, serta landasan berpikir yang koheren (runut) dalam melihat argumentasi alkitabiah.


Lokasi Kuburan Tidak Diketahui Murid-murid

Kelompok pertama mengatakan bahwa Yesus dibaringkan di kuburan yang salah sehingga murid-murid-Nya tidak tahu ke mana harus mencari mayat Yesus. Jadi menurut pandangan ini, murid-murid Yesus membuat cerita bahwa Yesus sudah bangkit dari kematian. Hal ini bertentangan dengan catatan Alkitab bahwa Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus yang adalah murid-murid Yesus, merekalah yang menguburkan mayat Yesus jadi mereka pasti mengetahui di mana Yesus dikuburkan (Matius 27:57; Markus 15:43; Yohanes 19:38, 39). Pemerintah Romawi pada saat itu juga mengetahui dengan pasti lokasi kuburan Yesus karena mereka menempatkan tentara Romawi untuk menjaga kuburan tersebut (Mat 27:62-66).


Kuburan Yang Salah

Ada teori lain menyebutkan akan adanya kemungkinan para wanita yang datang ke kubur Yesus pagi-pagi benar (masuk ke kuburan yang salah yang masih terbuka dan bertemu seorang anak muda. Karena anak muda tersebut mengatakan bahwa Yesus tidak ada di situ, para wanita yang ketakutan mengira anak muda tersebut adalah seorang malaikat. Hal ini tidak dapat diterima karena para wanita tersebut tidak mencari kubur yang terbuka melainkan kubur yang tertutup,[3] lagi pula mereka mengetahui di mana Yesus dikubur karena mereka menyaksikan mayat Yesus dikafani (Luk 23:55). Orang-orang Farisi, Sanhedrin, orang-orang Romawi dan Yusuf dari Arimatea pasti langsung mengetahui jika para wanita itu masuk ke kuburan yang salah.


Hanya Legenda

Ada juga yang mengatakan bahwa kisah kebangkitan Yesus hanyalah sebuah legenda cerita rakyat yang baru berkembang lama setelah peristiwa tersebut terjadi. Tetapi Rasul Paulus, kira-kira 20 tahun setelah peristiwa kebangkitan, berkata kepada jemaat di Korintus bahwa kebangkitan adalah fakta yang nyata disaksikan oleh 500 saksi mata, yang banyak diantara mereka masih hidup pada saat itu dan bisa diperiksa kebenarannya. (1 Kor 15:6). Perlu diketahui, berdasarkan penelitian para ahli sejarah Alkitab surat Korintus yang pertama memang ditulis tidak lebih dari tahun 30 M. Ini berarti pada waktu itu masih banyak saksi mata kematian dan kebangkitan Kristus yang hidup. Dengan demikian, ketika Paulus menulis bahwa Kristus telah bangkit, dan bahwa banyak saksi dari kebangkitan itu yang masih hidup, maka ia berbicara dengan risiko yang terlalu tinggi jika yang ia sampaikan hanyalah legenda. Para “musuh-musuh” Kristen yang menjadi saksi kematian dan kebangkitan Kristus tentu saja segera akan mematahkan penyataan Paulus (sekali lagi jika pernyataan itu adalah sebuah legenda atau mitos belaka). Namun hingga abad pertengahan, tidak pernah ada “sanggahan” dari saksi mata yang lain tentang fakta kematian dan kebangkitan Kristus ini.


Halusinasi Murid-Murid

Pengikut Agnostik mengatakan bahwa murid-murid Yesus sangat terpukul secara emosi serta pengharapan akan datangnya seorang mesias mereka kemudian berhalusinasi dan menjadi benar-benar percaya bahwa Yesus sudah bangkit. Dengan kata lain, murid-murid Yesus semuanya terganggu secara kejiwaan. Teori ini segera akan dapat dipatahkan oleh logika sederhana berikut ini. Dengan menerima teori semacam ini, kita akan segera menganggap sekitar 500 lebih saksi kebangkitan Yesus dengan waktu yang berbeda (1Kor. 15:6), situasi yang berbeda, lokasi yang berbeda, bahkan mungkin ada yang tidak terlalu mengenal Yesus secara pribadi ketika Yesus masih hidup, semuanya mengalami ganguan kejiwaan? Bahkan jika kita melihat catatan PB, sebenarnya murid-murid Yesus justru tidak tahu bahwa Yesus akan bangkit kembali, mereka sebenarnya melihat kematian Yesus sebagai akhir. Mereka baru teringat bahwa Yesus sudah menubuatkannya setelah diingatkan oleh malaikat di kubur (Luk 24:6-7). Lagi pula, jika ini semua karena halusinasi, imam-imam kepala dan orang-orang Farisi tinggal menunjukkan kepada murid-murid mayat Yesus yang masih di dalam kubur.


Rekayasa

Hugh Schonfield mengatakan bahwa seluruh peristiwa ini merupakan rekayasa Yesus dan para pengikutnya. Jadi untuk seolah-olah menggenapi nubuatan Perjanjian Lama, Yesus rela untuk disiksa, tetapi kemudian rencana menjadi gagal ketika tentara Romawi menombak Yesus sampai mati. Yusuf dari Arimatea kemudian menyuruh seorang anak muda berpura-pura menjadi “Tuhan yang bangkit.” Dalam hal ini Schonfield tidak memperhitungkan (bahkan mungkin sama sekali tidak paham) bagaimana para tentara Romawi (yang notabene sangat terlatih dan terkenal berdisiplin tinggi itu) menjaga kubur. Dan dalam catatan Matius 28:11 para serdadu penjaga ini adalah juga saksi mata yang mengalami kejadian supranatural kebangkitan Kristus. Rekayasa ini juga sulit diterima karena pada akhirnya murid-murid dan pengikut Yesus rela mati dan jadi martir. Apakah mereka rela mati untuk sebuah rekayasa? Bagaimana dengan saksi mata yang masih hidup ketika Paulus berbicara kepada jemaat di Korintus?


Mayat Yesus Dicuri Murid-Murid

Murid-murid Yesus mencuri mayat Yesus ketika para penjaga sedang tidur. Teori ini sebenarnya bukan rekayasa baru. Sangat mungkin teori ini malah lahir dari catatan Matius 28:12-15, dimana para imam kepala dan tua-tua agama Yahudi bersepakat untuk membangun kebohongan bahwa Yesus telah dicuri murid-murid-Nya. Perlu diketahui bahwa para tentara Romawi yang menjaga kubur bukan terdiri dari dua-tiga orang “peronda malam” yang (maaf) dungu dan gampang tertidur waktu menjaga. Tentara Romawi yang menjaga pasti adalah tentara terlatih yang jumlahnya tentu terdiri dari belasan orang, yang kemudian berjaga secara bergantian. Apalagi sebelumnya mereka sudah mendapat peringatan akan kemungkinan mayat Yesus akan dicuri (Matius 27:64-66), sehingga para penjaga terlatih itu pasti akan berada pada “status siaga satu,” karena mereka bisa diancam hukuman mati bila mereka ketahuan tidur ketika bertugas. Jika para tentara Romawi tidak tidur, tidak mungkin para murid sanggup mengalahkan mereka. Apalagi dalam catatan keempat Injil, sangat jelas digambarkan bahwa para murid telah lari kocar-kacir ketakutan sejak Yesus Kristus ditangkap. Mana mungkin murid-murid yang telah ketakutan itu berani mengambil risiko yang terlalu besar dengan menghadapi belasan tentara Romawi yang terlatih? Sungguh sebuah teori yang tidak masuk akal!


Sebuah Kesimpulan Sederhana: Kebangkitan Yesus adalah Fakta Historis

Dari uraian di atas, jelas bahwa kematian dan kebangkitan Kristus sebagai fondasi iman Kristen bukanlah sebuah dogma yang membabi buta, tanpa dasar fakta historisitas sama sekali. Bahkan Lukas, salah satu penulis Injil menegaskan bahwa apa yang ia tulis adalah sebuah rujukan kesejarahan yang ditulis secara teliti dan seksama: “Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar” (Luk. 1:3-4). Pengajaran yang benar (dan masuk akal) adalah bahwa Yesus memang telah mati, namun kemudian bangkit dari kematian dengan kuasa Allah. Ia menampakkan diri-Nya kepada banyak saksi dan kemudian naik ke sorga. Pandangan inilah yang sesuai dengan pengajaran Alkitab dan sekaligus berdasarkan fakta sejarah yang solid. Pandangan ini akhirnya menempatkan umat Kristen dalam iman kepada Allah yang Maha Kuasa, Allah yang Hidup, Allah yang penuh kasih yang dengan aktif menyelamatkan umat manusia.

Akhirnya, seluruh pengikut Kristus sepanjang zaman seharusnya dengan teguh dan bangga berkata, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” (1 Pet 1:3-5).


[1]Craig Evans, Jesus, The Final Days: What Really Happened (Westminster: John Knox, 2008) 15.

[2]Lih. Josh McDowell, The New Evidence That Demands a Verdict (Nashville: Thomas Nelson, 1999) 119-136.

[3]Dapat dipastikan, orang yang membangun teori seperti ini tidak pernah belajar atau tidak mengenal sama sekali tradisi penguburan di daerah Palestina pada zaman Yesus Kristus. Untuk studi lebih lanjut baca Craig Evans, Fabricating Jesus (Yogyakarta: Andi, 2008).