23 December 2010

Natal yang Mahal


Berapa budget Natal yang kita habiskan di Natal tahun ini? Untuk keperluan kita pribadi? Untuk anggaran perayaan di gereja? Untuk keluarga dan sanak saudara? Jutaan? Puluhan juta? Atau ratusan juta? Pernah saya berpikir, apakah motivasi di balik budget Natal yang besar itu? Apakah untuk kemuliaan Allah? Atau untuk sekadar "prestige" komunal dan "prestige" pribadi?

Tanpa bermaksud menghakimi, kita perlu kembali kepada Natal pertama. Mari kita baca Lukas 2:1-20. Tidak sedikit pun tergambar kesan kemewahan Natal pada saat kelahiran Sang Bayi Kristus. Yang ada alalah kesan kesederhanaan, bahkan kalau jujur kita nilai, Natal pertama adalah Natal yang penuh kemelaratan. "Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan."

Dan itulah makna Natal yang sesungguhnya; Natal adalah inkarnasi - Allah yang Mahatinggi dan Mahakuasa masuk dalam daging manusia dalam kemelaratannya...

Seorang rekan saya di gereja berujar, "Tapi khan Natal adalah perayaan ulang tahun bagi Yesus yang adalah Raja di atas segala raja? Jadi harus special dong..." Saya setuju dengan pendapat itu. Namun pertanyaannya adalah, "apakah special berarti mahal dan mewah?" Justru karena terlalu seringnya kita merayakan Natal dalam kemewahan dan kemahalan, kepekaan kita akan makna "inkarnasi" yang berarti kemuliaan menjadi kesederhanaan (baca: kemelaratan) menjadi tumpul. Natal yang harus dimaknai sebagai hidup merendah dan mau "berada di bawah" (orang Jawa bilang: "andap asor") telah berubah menjadi Natal yang angkuh, penuh glamour, dan tidak ada semangat inkarnasi sama sekali. Kalau ada budget Natal untuk orang-oran melarat, pasti jumlahnya tidak sebanding dengan "make-up" gereja, makan-minum, dan segala fashion kita. Kemewahan dan kemahalan yang melingkupi kita di hari-hari peringatan Natal mungkin telah membentuk kita menjadi hati yang dingin melihat banyak orang di sekeliling kita yang menderita.

Jadi, kita harus kembali merenung, berapa budget Natal kita tahun ini? Sudahkah kita meneladani makna "inkarnasi" Kristus yang rela menjadi yang "terbawah" dalam ketaatan-Nya (bandingkan Filipi 2:5-8). Benar, marilah "menaruh pikiran Kristus" dalam pikiran kita.

Let the incarnation spirit fill our heart in celebrating Christmas this year.

Merry Christmas and Happy New Year.

No comments: