27 December 2007

Natal dan Inkarnasi - Dahulu dan Kini
Antara Kerendahan Hati dan Arogansi
Sebuah Refleksi dari Yohanes 1:1-28


Natal yang sejati tidak bisa lepas dari kejujuran makna inkarnasi: Allah Sang Pencipta Jagad Raya rela menghamba, memenjarakan diri-Nya dalam keterbatasan daging. Bagaimana mungkin kita mampu memahami Sang Penguasa alam semesta yang akbar ini harus menjadi janin, dan dilahirkan sebagai bayi yang lemah? Namun itulah inkarnasi. Firman yang kekal rela menjadi daging, agar setiap manusia percaya yang masih hidup dalam kesia-siaan daging dapat diselamatkan dalam Roh-Nya. Dan Allah telah memilih media kehadiran diri-Nya dalam sebuah definisi kehinaan yang nyata. Bagaimana mungkin Sang Raja diraja harus lahir dalam kehinaan kandang. Itulah inkarnasi! Allah peduli dengan kehinaan hidup manusia; yang hidup dalam tipu daya, dalam gemerlap kemunafikan, dalam keangkuhan, dan dalam kehinaan hidup yang lain.

Inkarnasi akhirnya mau tidak mau "menyeret" orang yang mengimaninya untuk hidup rela dihinakan. Yohanes Pembaptis memberikan gambaran kepada kita apa arti Natal yang sebenarnya: Inkarnasi dan Kerendahan hati. Maka Yohanes Pembaptis pun berkata: "Dia harus makin besar, dan aku semakin kecil."

Namun kini, Natal telah meleset jauh dari kejujuran maknanya!
Ups, ini bukan sebuah kutukan atau umpatan.
Lihat saja, Natal di era materialisme dan hedonisme ini! Ia telah menjadi semacam atmosfir untuk ajang show-off bagi orang-orang yang menyebut anak-Nya. Natal telah menjadi ajang unjuk diri dan unjuk gigi. Bagi pribadi-pribadi yang menggandrungi pemujaan diri, Natal tak lebih sekadar ajang pamer fisik. Maka ketika mereka berkumpul menjadi satu, dengan mengatasnamakan gereja, mereka memaknai Natal sekadar sebagai wahana mempercantik "panggung Natal" dan bahkan memoles bangunan gereja dengan "gincu" yang tebal. Natal di gedung gereja yang baru nan seronok! Wow, siapa tak akan bangga?
Namun, alih-alih menghadirkan Natal yang sebenarnya, Natal itu sendiri telah kehilangan makna. Ia tak lebih daripada ajang pamer, tanpa peduli gubug tetangga yang reot. Tidak ada inkarnasi dalam diri umat-Nya masa kini. Maka semakin langka lah semangat dan jiwa menghamba, semangat menjadi pelayan.
Itukah Natal saat ini? Entahlah...

No comments: