Sebuah kumpulan catatan perjalanan seorang pelayan untuk mengenal wajah Kristus dan Kehambaan-Nya
25 November 2006
24 November 2006
23 November 2006
Sebuah Refleksi dari Yeremia 29:15-32
"Oleh karena Semaya telah bernubuat kepadamu, sekalipun Aku tidak mengutusnya, dan ia telah membuat kamu percaya kepada dusta, maka beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku akan menghukum Semaya, orang Nehelam itu, dan keturunannya..." (Yer. 29:31-32)
Ge-Er adalah istilah yang berasal dari bahasa Jawa; gede rumangsa, yang di dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai "sikap terlalu percaya diri tapi nggak tahu diri." Akan menjadi bahaya yang besar bagi seorang pelayan Tuhan, jika ia berani berkata-kata kepada orang lain atas nama Tuhan, sedangkan Tuhan tidak berkata-kata kepadanya. Ini namanya “pelayan Tuhan yang ge-er.”
Semuanya ini berakar dari spiritualitas yang dangkal. Interaksi dengan Tuhan yang tidak mendalam secara perlahan akan menyeret seorang pelayan Tuhan (terutama pelayan Firman) untuk mengajar di dalam kepalsuan. Waktu-waktu meditasi dan waktu teduh, di mana seorang pelayan dapat berdiam diri dan membiarkan Tuhan berbicara kepadanya secara pribadi telah tergantikan dengan kesibukan aktivitas yang disebutnya "pelayanan." Penggalian Alkitab yang dilakukannya mungkin tetap tertib dan di dalam kerangka hermeunitika yang benar. Namun apa yang ia pelajari tidak pernah menyentuh hatinya sebagai sebuah Firman yang berkuasa mengubahkan. Maka yang terjadi kemudian adalah, ia mengajar namun tidak pernah belajar dari Tuhan… Itulah pelayan Tuhan model Semaya… Seorang pelayan yang ge-er…
O, betapa malunya jika seseorang berkata-kata atas nama Tuhan, namun kemudian Tuhan berkata, "Aku tidak mengutusmu untuk berkata-kata demi nama-Ku..." Inilah yang disebut "pelayan Tuhan yang ke-ge-er-an." Yang lebih celaka adalah jika yang disampaikannya telah menyesatkan orang yang mendengarnya.
Siapakah pelayan Tuhan yang "ge-er" ini? Bisa diriku, bisa dirimu... Jika kita tidak menggerakkan pelayanan kita di atas alas keintiman relasi dengan Tuhan yang mengutus kita, hal ini bisa terjadi pada kita: padaku dan padamu...
Waspadalah... sudahkah hari ini kita bertanya, "Tuhan, apakah Engkau mengutus aku hari ini untuk berbicara atas nama-Mu?"
22 November 2006
menjunjung Kedaulatan Allah dan mengenal Dia dengan benar: sebuah refleksi
Kejatuhan Adam (dan Hawa) ke dalam dosa – dengan memakan buah dari “pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat” – bukanlah berakar dari masalah perut, meski memang buah itu nampak “sedap untuk dimakan” (Kej. 3:6). Akar kejatuhan Adam dan Hawa adalah karena pohon itu “mampu memberi mereka pengertian.” Dengan kata lain, Adam dan Hawa jatuh karena mereka ingin berpengertian sama seperti Allah. Mereka ingin seperti Allah: tidak sekedar tunduk dan patuh terhadap kebaikan moral yang Allah telah tetapkan, tetapi menentukan standar moral itu sendiri (otonomi – menentukan hukum bagi diri sendiri). Celakanya, episode dari “Drama Manusia ingin Menjadi Allah” ini tidak berhenti dalam kisah Adam dan Hawa ini. Semangat menjadi allah bagi diri sendiri terus ada di dalam jiwa manusia, baik dalam sejarah Israel, maupun dalam sejarah umat Tuhan, hingga saat ini.
(buat "prof " en sobatku: thanks untuk risalah ”Mitos Kehendak Bebas”-nya...)
21 November 2006
by: James Thomson
Give a man a horse he can ride,
Give a man a boat he can sail;
And his rank and wealth, his strength and health,
On sea nor shore shall fail.
Give a man a pipe he can smoke,
Give a man a book he can read;
An his home is bright with a calm delight,
Though the room be poor indeed.
Give a man a girl he can live,
As I, O my love, love thee;
And his heart is great with the pulse of Fate,
At home, on land, on sea.
(when the loneliness comes this morning…)
11 November 2006
Selamat Jalan, Bang Roy...
(in memoriam Roy Simanjutak)
Selalu mengumbar senyuman manisnya; itulah kesan pertama yang aku tangkap dari seorang Roy Simanjutak; tidak pernah terlihat ja-im (alias jaga image), apalagi arogan. Aku mengenal entah berapa tahun yang lalu... Seingatku sudah sejak aku ngikut pelayanan mahasiswa di Jember. Jelas dia lebih senior dari aku (untuk itu aku panggil "Bang"), tapi kesan menggurui apalagi sok tahu tidak pernah terlepas dari bibirnya.
Cakep; istriku juga katakan itu... Secara fisik Bang Roy lumayan sedap dipandang... Singkat kata, pasaran tinggilah... Tapi beberapa waktu yang lalu aku sempat bertanya dengan sedikit bercanda, "Kog dari dulu nggak punya calon sih, Bang? Apa perlu aku carikan? Yang Batak atau apapun?" Seperti biasa dia cuman senyum...
Kemaren, aku bertanya sama Mas Jo, teman dan senior Staf Jember, "Kog sepatu Mas Jo kayak punya Bang Roy sih? O ya, Bang Roy kog gak pernah kelihatan main ke sini yan?" Memang sejak bulan lalu Bang Roy diterima kerja di Jember dengan tugas di Banyuwangi. Seperti biasa, masih demen jadi salesman. Mungkin hobi di jalanan kali ya?
Jumat, 10 November 2006 kemaren aku lagi asyik ikut Halal bi Halal di "Gang Kelinci" (jalan di sekitar rumahku). Tiba-tiba sms masuk dari Mas Jo yang lagi di Banyuwangi, "Yus, Bang Roy kecelakaan di Jember, meninggal. Jenasahnya malam ini langsung dibawa ke Jember dari RSU Jember... Beritahu teman-teman alumni."
Ah..., Tuhan, mengapa Kau panggil begitu cepat... Padahal dia belum juga merasakan cinta seorang istri... Padahal belum lama berselang Papa dan Mama Bang Roy Kau panggil dengan begitu cepat pula... Padahal Anet dan adiknya masih butuh figur sang abang... Padahal aku dan Mas Jo masih punya banyak rencana bersama Bang Roy... Padahal... ah... Tuhan...
Sebuah Refleksi Yer. 18:1-23
Sebuah iklan rokok di televisi sempat booming dengan ungkapannya: "siapa sih kamu...?" Nampaknya ungkapan ini pantas diajukan kepada Yehuda yang terjangkiti penyakit arogansi alias kesombongan rohani. Siapa sih Yehuda di hadapan Allah? Bukankah pertanyaan ini lebih pantas diajukan secara terbalik: "Siapakah Allah YHWH bagi Yehuda?" Dia bukan "sekadar" Allah yang berkuasa di wilayah teritorial Yehuda. Melainkan Allah yang berdaulat dan berkuasa atas segala bangsa. Dialah Allah yang mencabut, merobohkan, dan membinasakan bangsa-bangsa sesuai kehendak-Nya (ay. 6-7). Maka siapakah Yehuda sehingga ia mau berbantah-bantah dengan Allah dan nabi-Nya? Bukankah mereka tidak lebih dari sekelompok budak Mesir yang telah dibebaskan-Nya?
Bukannya berbalik dan mensyukuri janji pemulihan Allah bagi mereka yang bertobat (ay. 8-9), Yehuda malah bermegah dan begitu arogan dengan kemampuan mereka sebagai manusia (ay.18).
Yehuda adalah profil generasi yang begitu arogan dengan kemampuan mereka, sehingga bukan saja otoritas Yeremia yang dipertanyakan: bahkan mereka berani menolak otoritas Allah atas hidup mereka. Maka Allah tidak akan segan lagi memalingkan wajah-Nya dari Yehuda. Kengerian dan ketakutan tidak akan terhindarkan lagi menyergap Yehuda karena kedegilan hati merekan.
Saya sedang kuatir, jangan-jangan Yehuda adalah profil kita, gereja-Nya yang hidup di abad digital ini. Generasi sekarang ini telah menjadi begitu percaya dan bangga dengan kemampuan mereka. Generasi yang terus mempertanyakan dan meragukan setiap otoritas yang berusaha mengatur hidup mereka. Dan jika perlu, mereka juga akan mempertanyakan kedaulatan Allah atas hidup mereka... Apakah umat-Nya saat ini juga memiliki sikap yang mengerikan ini?
Keengganan bekerja sama dengan orang-orang yang berbeda, keengganan untuk menerima keunggulan pihak lain (atau gereja lain?), semangat ingin memecah diri atau mencari kebenaran sendiri, dan semangat mengunggulkan kelebihan-kelebihan diri adalah sikap-sikap yang siap membawa kita kepada arus arogansi dan keraguan terhadap segala otoritas. Dan jika perlu otoritas Allah atas hidupnya juga diragukan? Otonomi, Kemandirian, Independensi, dan "bebas dari pengaruh siapapun" adalah jargon-jargon generasi abad ini yang terus meragukan otoritas.
Belajarlah dari pesan Yeremia 18: kita adalah bejana yang tidak memiliki kuasa sedikitpun di tangan Sang Tukang Periuk Agung. Mampukah kita berbuat sekehendak hati kita?
Karena itu, terhadap segala arogansi jargon otonomi dan independensi, saya mengingatkan: "Waspadalah, waspadalah...!"
09 November 2006
08 November 2006
Sebuah Refleksi dari Interaksi Kepemimpinan
2-3 November 2006, “Duta Panisal” Jember
"You know that those who are considered rulers over the Gentiles lord it over them, and their great ones exercise authority over them. Yet it shall not be so among you; but whoever desires to become great among you shall be your servant. And whoever of you desires to be first shall be slave of all.
For even the Son of Man did not come to be served, but to serve, and to give His life a ransom for many."
(Mark. 10:42-45)
Berbicara tentang kepemimpinan tidak akan pernah ada habisnya. Ada ribuan definisi tentang kepemimpinan telah dibuat. Demikian pula ada ratusan buku kepemimpinan telah ditulis. Namun siapakah yang dapat menghayati dan menghidupi ajaran Yesus Kristus, Sang Pemimpin-Hamba yang Sejati itu? “Menjadi pemimpin bukanlah menjadi tuan (lord over) atas orang lain.” “Yang terbesar dari seorang pemimpin bukanlah ketika ia menjalankan kekuasaan (exercise authority) atas orang lain.” Menjadi pemimpin adalah menjadi hamba. Menjadi pemimpin adalah menjadi budak (slaves) atas orang lain. Dan yang terbesar dari seorang pemimpin-hamba adalah ketika ia berhasil melayani dan mau menjadi “jongos” (baca: budak) bagi orang lain. Itu semua adalah definisi kepemimpinan versi Sang Pemimpin-Hamba Sejati. Dan Dia tidak sekedar mendefinisikan, tetapi juga menjadi model yang nyata bagi definisi kepemimpinan tersebut: ”Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan (a ransom) bagi banyak orang.”
(Selamat menjadi para pemimpin gereja yang menghamba Saudara-saudariku…)
Pembaharuan Hati
Yer. 17:1-13
Kebebalan: hati yang dipenuhi ukiran dosa oleh pena besi yang bermata intan
Kepada Yeremia, Allah menggambarkan betapa hati orang Yehuda telah begitu "bengkok," sehingga digambarkan mereka memiliki "hati yang telah terukir oleh dosa dengan menggunakan pena besi yang berujung intan." Begitu melekatnya dosa Yehuda di dalam hati mereka, sehingga keturunan demi keturunan akan terus hidup di dalam dosa penyangkalan akan eksistensi dan karya Allah YHWH atas hidup mereka.
Hati adalah pusat kehendak dan gerak kehidupan manusia.
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan" (Ams. 4:23)."The heart is deceitful above all things, And desperately wicked; Who can know it?" (ay. 9).
Hanya Tuhan yang tahu dan menyelidiki hati. Ia mengerti motif terdalam dari kehidupan manusia. Hanya Dia yang mengerti kehendak dan pikiran manusia. Karena itu setiap isi hati yang terdalam tidak pernah tersembunyi bagi Dia.
Maka kemudian Yeremia mencatat; orang yang mengandalkan Tuhan dalam hatinya akan tampak dari kesegaran hidup yang ia hasilkan (ay. 7-8). Ia akan serti pohon yang tertanam di tepi aliran air: yang selalu hijau daunnya, yang tak mengenal musim kering, dan yang selalu menghasilkan buahnya. Sedangkan orang yang mengandalkan manusia akan tampak kering dan layu di masa-masa kehidupan yang berat. Ia dengan mudah akan tertiup angin lalu: terbang dan berlalu tanpa bekas... Maka mengarahkan dan menjaga kencenderungan hati kepada Tuhan adalah sebuah kunci kehidupan yang penuh kesegaran.
Lalu bagaimana hati manusia dapat dipulihkan dari "ukiran" dosa? Ada sebuah lagu "religius" mengatakan: "Jagalah hati, jangan kau nodai..." Mungkin manusia dapat membangun dan membentuk (to form) hatinya melalui "formasi spiritualitas"nya sendiri-sendiri. Ada "formasi spiritualitas" Hindu, ada "formasi spiritualitas" Islam, ada "formasi spiritualitas" Gerakan Zaman Baru, atau "formasi spiritualitas" Pascamodernisme.
Namun hanya Yesus yang menawarkan sebuah transformasi (bukan sekedar "formasi") hati yang tuntas. Transformasi menekankan pembaharuan yang tuntas dan bukan sekedar pembentukan yang bersifat eksternal.
"Barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan harus untuk selama-lamany. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal" (Yoh. 4:14).
Inspired by "Renovation of The Heart" (Dallas Willard) & Jer. 17:1-13