Little lamb, who made thee?
taken from William Blake's Poems
Sebuah kumpulan catatan perjalanan seorang pelayan untuk mengenal wajah Kristus dan Kehambaan-Nya
taken from William Blake's Poems Collection
Selamat Jalan, Bang Roy...
(in memoriam Roy Simanjutak)
Selalu mengumbar senyuman manisnya; itulah kesan pertama yang aku tangkap dari seorang Roy Simanjutak; tidak pernah terlihat ja-im (alias jaga image), apalagi arogan. Aku mengenal entah berapa tahun yang lalu... Seingatku sudah sejak aku ngikut pelayanan mahasiswa di Jember. Jelas dia lebih senior dari aku (untuk itu aku panggil "Bang"), tapi kesan menggurui apalagi sok tahu tidak pernah terlepas dari bibirnya.
Cakep; istriku juga katakan itu... Secara fisik Bang Roy lumayan sedap dipandang... Singkat kata, pasaran tinggilah... Tapi beberapa waktu yang lalu aku sempat bertanya dengan sedikit bercanda, "Kog dari dulu nggak punya calon sih, Bang? Apa perlu aku carikan? Yang Batak atau apapun?" Seperti biasa dia cuman senyum...
Kemaren, aku bertanya sama Mas Jo, teman dan senior Staf Jember, "Kog sepatu Mas Jo kayak punya Bang Roy sih? O ya, Bang Roy kog gak pernah kelihatan main ke sini yan?" Memang sejak bulan lalu Bang Roy diterima kerja di Jember dengan tugas di Banyuwangi. Seperti biasa, masih demen jadi salesman. Mungkin hobi di jalanan kali ya?
Jumat, 10 November 2006 kemaren aku lagi asyik ikut Halal bi Halal di "Gang Kelinci" (jalan di sekitar rumahku). Tiba-tiba sms masuk dari Mas Jo yang lagi di Banyuwangi, "Yus, Bang Roy kecelakaan di Jember, meninggal. Jenasahnya malam ini langsung dibawa ke Jember dari RSU Jember... Beritahu teman-teman alumni."
Ah..., Tuhan, mengapa Kau panggil begitu cepat... Padahal dia belum juga merasakan cinta seorang istri... Padahal belum lama berselang Papa dan Mama Bang Roy Kau panggil dengan begitu cepat pula... Padahal Anet dan adiknya masih butuh figur sang abang... Padahal aku dan Mas Jo masih punya banyak rencana bersama Bang Roy... Padahal... ah... Tuhan...
Hati adalah pusat kehendak dan gerak kehidupan manusia.
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan" (Ams. 4:23).(24 September 2006, Sebuah Refleksi tentang Cinta dan Seksualitas)
Latihan Badani Terbatas Gunanya...
(tapi tetep ada gunanya kog...)
Percaya atau nggak (percaya aja deh...), menjadikan hidup kita sebagai persembahan yang hidup bagi Tuhan bukanlah perkara yang mudah. Buktinya, untuk bertahan dari rasa kantuk di dalam pekerjaan setiap hari bagi Dia saja susah puol...
Anakku, Si Theo, dengan lugu ngomong, "Makanya, olah raga Yah, tiap hari. Jangan bobo' terus." Ups... aku diomeli Si Kecilku nih...
Memang benar, apa yang dimaksud Rasul Paulus dengan "latihan badani" bukanlah olah raga, tapi okelah kalau aku mencomot ayat tersebut untuk sekedar mengatakan kepada diri sendiri... "Kuasai dirimu dengan baik, latihlah untuk kebugaran bagi pekerjaan Tuhan." Bukankah persembahan hidup bagi Tuhan juga menyangkut kesehatan dan kebugaran tubuh ini...? Kalau sakit dan penuh kolesterol mana mungkin dapat memberikan hidup sebagai persembahan bagi Tuhan... 'Tul enggaak... (tuuuul....).
Buat yang rajin olah raga, berikan hidupmu bagi Tuhan; tubuhmu, hatimu, dan seluruh jiwamu...